Senin, Agustus 04, 2014

Tiga Hari 'Tuk S'lamanya


Kaldera

Mengapa kita senang sekali bercerita? Di tengah kemeriahan pesta maupun sibuknya hari-hari, tidakkah kita mengingat cerita-cerita lebih dari kejadian yang kita alami sendiri? Kita 'tak kan mengingat sebuah kejadian sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi secara rinci. Kita hanya mengingat sedikit rekaman dari ingatan kita atau mungkin beberapa kisah yang terpotong-potong, yang kebanyakan disumbangkan dari rangkaian cerita
di saat kita melakukan beberapa hal. Sayapun hanya akan mengenang perjalanan kami ini dalam pencapaian puncak gunung Sumbing sebagai perjalanan penuh tawa yang melelahkan dengan banyak sekali cerita yang sekaligus memanjakan kami. Bagaimana tidak, perjalanan yang walaupun berat namun diselipi ejekan dan gurauan-gurauan yang tiada habisnya ini sangat penuh dengan makanan yang berlimpah ruah. Kami bukanlah pendaki gunung, kami hanya anak-anak muda yang kebingungan menghabiskan sisa liburan kami.

Ini adalah kali pertama saya mendaki gunung Sumbing. Sebuah gunung di wilayah Wonosobo yang bersebelahan dengan saudaranya, Sindoro. Gunung ini merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Tengah setelah gunung Slamet yang masih terus saja beraktivitas itu. Sedangkan bagi ketiga rekan saya, yaitu kakak saya Andang, Aji, kakak sepupu saya, dan Arlinka atau yang biasa kami panggil Culin, kawan baik saya, ini merupakan kedua kalinya mereka mendaki gunung Sumbing. Namun kali ini saya tengah begitu akrab dengan kawan saya yang satu ini. Entah apa yang membuatnya. Mungkin karena ia baru saja pulang dari Kalimantan setelah beberapa bulan magang di sana, atau mungkin juga karena kami sudah lama sekali tidak mendaki gunung bersama.

Ya, Culin adalah anggota pendakian ini yang secara mendadak saya hubungi. Bukan apa-apa, tapi melihat kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi, ia adalah kandidat dengan kemungkinan paling besar untuk pendakian kami. Dan nyatalah, dengan sedikit kaget dan senang ia menyanggupi tawaran saya dan segera menuju ke tempat pertemuan kami berempat. Ah, kawan saya yang satu ini merupakan salah satu fellow traveler yang menyenangkan. Ia tak banyak mengeluh dan selalu suka disuruh! Ia ada bersama-sama kawan-kawan saya saat pendakian pertama mereka ke gunung Merbabu seminggu sebelum kelulusan kami. Ia juga menjadi pelengkap saat saya, Dita dan Didit, mendaki gunung Andong yang 1700 mdpl-an itu untuk pertama kali, tepat 2 hari sebelum kelulusan. Ia juga ada ketika menemani Dita dan Ginan ke Merbabu lagi. Di gunung Merapi di tahun 2012 bersama Nanas dan Dita yang untuk pertama kalinya saya kenalkan kepada teman-teman saya ia juga ikut, kemudian Lawu, Ungaran, Sindoro hingga Sumbing kali ini.

Dan di Sumbing tiga hari itu, saya akan mengingat hubungan saya dengan Culin sebagai hal kekanak-kanakan di mata kedua lelaki yang lebih tua dari kami itu. Di mana sejak semula kami(saya dan Culin) sering mengejek satu sama lain dengan topik-topik masa SMA yang klise dan tak berubah sama sekali. Saya terus menggoda Culin saat ia kepayahan meniti naik jalan batuan yang masih bisa dilalui sepeda motor. Ia benar-benar kepayahan dan berulang kali meminta maaf membiarkan tiga pria ini menunggu. Berulang kali pula ia berdalih bagaimana ia sudah tak pernah berolah raga dan sudah 8 bulanan ini ia tak naik gunung. Kami hanya bisa tertawa dan sesekali memberi motivasi yang sebenarnya terlalu berlebihan.

Pada saat kami mendirikan tenda di malam pertama kami, saya setenda dengan Culin. Kami berempat kelelahan, dan hanya membuat beberapa gelas minuman hangat sebagai obat lelah kami. Pukul 10 malam pada saat kedua kakak saya ini mulai tertidur, saya dan Culin masih saja tertawa-tawa. Hingga kemudian ia mengingatkan saya tentang cerita pendakian kami pertama kali. Kami menyebutkan nama kawan-kawan kami, menggambarkan kisah perjalanan yang spektakuler itu dan masih saja cekikikan mengingat kekonyolan anak-anak hujan. Kami masih terus melanjutkan cerita-cerita remeh yang dengan ajaib masih bisa saya tangkap dan saya tanggapi walau dengan mata yang sangat mengantuk. Tentang runtutan kisah perkenalan kami dari kelas 10 hingga 12, sampai cerita tentang aktivitas kami di SMA yang penuh dengan kesenangan dan kekonyolan. Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 4 pagi dan kamipun akhirnya segera tertidur. Kemudian terbangun tanpa mendapatkan sunrise karena posisi dataran tempat tenda kami yang memang membelakangi matahari pagi.

Saat melanjutkan perjalanan keesokan harinya, saya tetap di belakang bersama Culin pagi itu. Ia yang hari sebelumnya sangat kepayahan kali ini tak terlalu berubah. Dan saya tetap saja senang mencandai dia. Namun sungguh, saya bangga dengan kawan saya ini.

"Ah, kau kan sudah menjadi seorang senior di fakultasmu, masa iya medan seperti ini saja gentar."

"Dasar kau! Aku sudah lama tak berolah raga, naik gunung pun bahkan terakhir tahun lalu. Dan tak usah kau sebut-sebut aku sebagai senior!" Dia selalu menjawab ketus tentang hal yang terakhir itu.

Dan sisa hari kami saat itu penuh dengan rasa lelah yang sangat. Saya bahkan kelelahan hingga tak hendak mencari sunset saat kami sudah mendirikan tenda kami di Watu Kotak. Saya lebih memilih mendengkur, mendekam di dalam sleeping bag yang hangat. Tapi tak sepenuhnya saya menikmati waktu istirahat saya, sewaktu ketiga rekan mendaki saya ini pada malam hari mulai menyalakan api unggun dan bercerita serta tertawa-tawa. Saya pada akhirnya ikut juga, berbaur dengan obrolan-obrolan mereka, hingga melihat bintang-bintang bersama.

Paginya kami segera menuju ke puncak. Meninggalkan tenda dan barang bawaan kami di Watu Kotak dan hanya membawa persediaan air dan roti secukupnya. Hingga pada akhirnya kami sampai di puncak dan turun menuju kaldera yang seluas lapangan bola. Atau mungkin lebih luas lagi.

Begitulah, ini benar-benar "Tiga Hari 'Tuk S'lamanya". Kekallah pula detik-detik di dalamnya. Saya bersyukur atas semuanya, impian untuk mendaki gunung ini tercapai juga. Dan diantara semuanya itu, diselingi dingin, rasa lelah, gembira dan juga kepuasan selalu ada obrolan dan candaan saya dengan kawan saya ini. Dari waktu kami mendaki naik, meninggalkan basecamp hingga kami turun bersama kembali lagi, kami akan melihatnya sebagai percakapan yang bakalan mengingatkan kami pada pendakian ini. Masih ada beberapa mimpi yang mesti segera diwujudkan, dan saya harus mengatakannya.

Para pria dan Culin yang nampak lebih tinggi



Notes:

- Judul tulisan ini merupakan lagu dari band Float dengan judul yang sama. Juga merupakan judul film yang dibintangi oleh Nicholas Saputra.
- Terimakasih kepada mas Andang yang selalu membawa tas paling berat penuh makanan dan terimakasih untuk masakan yang selalu nikmat. Itulah kenapa mendaki gunung dengannya selalu menjadi yang paling enak.
- Terimakasih kepada sepatu gunung yang tak terasa telah menemani 3 tahun ini. Setelah berhasil mencapai puncak tertinggi Jawa Tengah nanti kau boleh beristirahat.

2 komentar: